PENGERTIAN RASA MALU
Sejak kecil, manusia sudah
diajarkan untuk memiliki rasa malu. Walaupun ketika dilahirkan seorang anak
tidak mengenakan apapun jua; namun selaras dengan perkembangannya, anak mulai
dididik untuk bisa malu mempertontonkan tubuhnya di depan banyak orang. Selain
itu, anak pun di didik dengan pemahaman malu lainnya, seperti malu untuk
berbuat amoral, malu untuk berbuat jahat dan malu lainnya. ,
Seiring dengan berjalannya
waktu, sifat malu ini pun mulai menjadi bagian dari kehidupan anak manusia.
Namun sayangnya, sifat malu ini pun mulai menjadi rancu. Di kala anak diminta
untuk bisa menunjukkan kemampuannya, kata malu pun dijadikan kambing hitamnya.
Bahkan lebih parahnya lagi, di kala seseorang merasa haknya diambil paksa oleh
orang lain dan seharusnya menjadi kewajibannya untuk mempertahankan miliknya,
namun ia bisa dengan mudahnya pasrah dengan –lagi-lagi- malu menjadi kambing
hitamnya.
Selain itu, masyarakat Indonesia
yang didominasi oleh mayoritas kaum muslim memiliki keyakinan bahwa malu adalah
bagian dari Iman. Di sisi lain, dalam dunia psikologi, malu yang padanan
katanya shyness dan shame merupakan bentuk dari penyimpangan kepribadian.
Pertentangan pemahaman keduanya pun menjadi suatu hal yang menarik terlebih
bila selama ini selalu digaungkan perlunya membudayakan malu. Dari sinilah
perlu dikaji lebih dalam lagi akan makna malu itu sendiri; terlebih malu
sebagai human nature hingga dengan demikian, manusia tidak hanya bisa
malu-maluin.
Definisi Human Nature
Pada masa pra-ilmiah, human nature lebih diartikan sebagai sifat ideal dalam diri manusia. Namun seiring berlalunya waktu, human nature pun lebih diartikan sebagai sifat dasar atau bagian penting dari diri manusia yang diyakini telah menetap dalam waktu yang cukup lama dan melalui beragam bentuk budaya.
Perilaku manusia sangat beragam. Karenanya, cukup sulit untuk bisa melihat satu perilaku yang menetap dalam diri semua manusia. atas dasar itu, maka para pakar psikologi menetapkan bahwa yang dimaksud human nature disini adalah suatu perilaku (behaviour) yang dianggap suatu kecenderungan yang kuat dalam diri semua manusia. Dengan demikian maka bisa dikatakan bahwa yang dimaksud human nature disini bukanlah sesuatu yang bersifat memaksa; namun lebih kepada kecenderungan manusia untuk bisa melakukan perilaku tertentu; dan bukan yang lainnya. Hal ini selaras dengan definisi dari Britannica Concise Encyclopedia, yakni kecenderungan atas sifat dasar manusia.
Pada masa pra-ilmiah, human nature lebih diartikan sebagai sifat ideal dalam diri manusia. Namun seiring berlalunya waktu, human nature pun lebih diartikan sebagai sifat dasar atau bagian penting dari diri manusia yang diyakini telah menetap dalam waktu yang cukup lama dan melalui beragam bentuk budaya.
Perilaku manusia sangat beragam. Karenanya, cukup sulit untuk bisa melihat satu perilaku yang menetap dalam diri semua manusia. atas dasar itu, maka para pakar psikologi menetapkan bahwa yang dimaksud human nature disini adalah suatu perilaku (behaviour) yang dianggap suatu kecenderungan yang kuat dalam diri semua manusia. Dengan demikian maka bisa dikatakan bahwa yang dimaksud human nature disini bukanlah sesuatu yang bersifat memaksa; namun lebih kepada kecenderungan manusia untuk bisa melakukan perilaku tertentu; dan bukan yang lainnya. Hal ini selaras dengan definisi dari Britannica Concise Encyclopedia, yakni kecenderungan atas sifat dasar manusia.
Definisi Malu
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, terminologi malu adalah merasa sangat tidak senang, rendah, hina dan sebagainya karena berbuat sesuatu yang kurang baik, bercacat.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, terminologi malu adalah merasa sangat tidak senang, rendah, hina dan sebagainya karena berbuat sesuatu yang kurang baik, bercacat.
Sedang malu dalam bahasa
Belanda, seperti diungkapkan YB Mangunwijaya dalam Ragawidya yang diterbitkan
1986, adalah oost indisch doof. Secara harfiah diartikan sebagai tuli gaya
Hindia Timur. Ungkapan ini kemudian, seperti diulas Adi Ekopriyono —kolumnis
pada sebuah media massa nasional— biasanya ditujukan kepada seseorang, yang
sebenarnya sadar bahwa dirinya dipanggil, namun pura-pura tidak mendengar. .
Malu dalam kajian psikologi
Eric Ericson menyatakan bahwa 50% tahap perkembangan psikososial individu terjadi pada masa kanak-kanaknya. Di saat anak berusia sekitar 2 – 3 tahun, anak menjalani fase yang disebut fase authonomy vs shame. Pada usia ini, anak mencoba untuk mandiri yang secara fisik dimungkinkan oleh kemampuan mereka untuk berjalan, berlari, dan berkelana tanpa dibantu lagi oleh orang dewasa. Dengan kemampuan ini, anak memasuki periode eksplorasi. Pada periode ini pula, kepercayaan diri anak bisa ditumbuhkan. Menurut Ericson, problem yang dapat terjadi pada periode ini adalah rasa malu karena mereka tidak mampu menjadi ‘be on their own’; yakni mereka tidak mampu mandiri; menjadi diri sendiri. Rasa malu ini terjadi karena orang tua terlalu banyak intervensi dalam kegiatan anak dan tidak memberikan mereka kepercayaan untuk bisa melakukan aktivitas mereka sendiri.
Eric Ericson menyatakan bahwa 50% tahap perkembangan psikososial individu terjadi pada masa kanak-kanaknya. Di saat anak berusia sekitar 2 – 3 tahun, anak menjalani fase yang disebut fase authonomy vs shame. Pada usia ini, anak mencoba untuk mandiri yang secara fisik dimungkinkan oleh kemampuan mereka untuk berjalan, berlari, dan berkelana tanpa dibantu lagi oleh orang dewasa. Dengan kemampuan ini, anak memasuki periode eksplorasi. Pada periode ini pula, kepercayaan diri anak bisa ditumbuhkan. Menurut Ericson, problem yang dapat terjadi pada periode ini adalah rasa malu karena mereka tidak mampu menjadi ‘be on their own’; yakni mereka tidak mampu mandiri; menjadi diri sendiri. Rasa malu ini terjadi karena orang tua terlalu banyak intervensi dalam kegiatan anak dan tidak memberikan mereka kepercayaan untuk bisa melakukan aktivitas mereka sendiri.
Untuk memahami lebih jauh akan
persepsi malu, penulis memberikan angket terbuka kepada mahasiswa yang
menanyakan definisi malu menurut mereka dan kapan mereka merasa malu. Dari 25
angket tertulis tersebut, 44% dari mereka cenderung mengartikannya sebagai
padanan kata shame dan 66% sisanya cenderung mengartikannya sebagai padanan
kata shyness.
1. Shyness
Bila ditanyakan, apa yang paling
ditakuti, maka bisa dipastikan bahwa satu dari lima orang akan menjawab,
‘bicara di depan public. Inilah sebenarnya yang masuk dalam kategori shyness
atau malu-malu. Sifat ini akan menghalangi seseorang untuk mendapatkan banyak
pengalaman berharga dalam hidupnya. Sifat ini pun akan membuat orang
menghindarkan diri dari interaksinya dengan orang banyak- khususnya orang yang
tidak dikenal. Kenyataannya, orang yang sama sekali tidak memiliki sifat
malu-malu ini berarti tidak memiliki batasan dalam berinteraksi dengan orang.
Memiliki sedikit sifat ini bisa dikatakan cukup baik. Namun dalam levelnya yang
cukup serius, sifat ini bisa membuat orang menarik diri dari interaksi
sosialnya; yang akhirnya menjadi masalah besar dalam dirinya.
Shyness umumnya lebih terkait dengan ketidakkenyamanan. Di kala seeorang merasa tidak nyaman dalam suatu kondisi tertentu, maka kepercayaan dirinya akan hilang; dan pada saat itu ia merasakan shy –atau mungkin padanan tepatnya adalah malu-malu. Sifat malu-malu ini dibentuk dari lingkungan keluarganya. Di saat seseorang hidup dalam lingkungan keluarga yang tidak harmonis, anak akan merasa bahwa kesalahan mereka lah yang membuat keluarga menjadi tidak harmonis; dan inilah yang kemudian menjadikannya kepercayaannya hilang yang mengakibatkannya menjadi malu-malu dalam banyak hal; khususnya dalam berinteraksi dengan masyarakatnya.
Shyness umumnya lebih terkait dengan ketidakkenyamanan. Di kala seeorang merasa tidak nyaman dalam suatu kondisi tertentu, maka kepercayaan dirinya akan hilang; dan pada saat itu ia merasakan shy –atau mungkin padanan tepatnya adalah malu-malu. Sifat malu-malu ini dibentuk dari lingkungan keluarganya. Di saat seseorang hidup dalam lingkungan keluarga yang tidak harmonis, anak akan merasa bahwa kesalahan mereka lah yang membuat keluarga menjadi tidak harmonis; dan inilah yang kemudian menjadikannya kepercayaannya hilang yang mengakibatkannya menjadi malu-malu dalam banyak hal; khususnya dalam berinteraksi dengan masyarakatnya.
Sifat ini pun memiliki
keterkaitan yang erat dengan embarasment yakni perilaku malu-maluin; ex.
seseorang melakukan sesuatu yang tidak diharapkan dan hal tersebut menarik
perhatian banyak orang. Sifat ini juga terkait erat dengan shame atau malu
karena terlanjur berbuat kesalahan yang dampaknya lebih internal dalam diri.
Seseorang yang rentan mengalami sifat malu-malu ini umumnya berasal dari keluarga yang kurang harmonis; memiliki orang tua yang terlalu kritis atas setiap tingkah lakunya dan juga terlalu perduli atas apa yang dipikirkan orang lain atas dirinya.
Seseorang yang rentan mengalami sifat malu-malu ini umumnya berasal dari keluarga yang kurang harmonis; memiliki orang tua yang terlalu kritis atas setiap tingkah lakunya dan juga terlalu perduli atas apa yang dipikirkan orang lain atas dirinya.
Suatu survey melaporkan bahwa
lima persen anak mengalami social anxiety disorder. Mereka umumnya sering
merasakan sakitkepala, sakit perut, muntah, mulut kering dan pusing. Mereka
umumnya menghindari situasi yang membuat mereka harus berbicara di depan kelas,
membaca materi dengan suara keras, menulis di papan tulis, bermain bersama
teman, dan sejenisnya. Di antara mereka ada yang bisa mengatasi permasalahan
kecemasannya tersebut; namun tak jarang kondisi kecemasannya makin bertambah
parah. Dalam hal ini, maka dibutuhkan bantuan dari profesional.
Untuk mengatasinya, hendaknya si
pemalu ini menguasai teknik berkomunikasi dengan banyak orang. Pada awalnya,
mungkin hal ini akan terasa sulit. Namun dengan latihan yang cukup dan teknik
yang benar, mereka akan mampu meningkatkan kualitas hidupnya.
Ketrampilan yang dibutuhkan mereka untuk bisa meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi adalah:
a.Melakukan komtak mata.
b.Tersenyum
c.Menjadi pendengar yang baik
d.Mulailah melakukan pembicaraan awal
e.Mulailah dengan pembicaraan yang ringan
f.Juga dengan bergabung dengan suatu klub public speaking ataupun membaca banyak buku yang terkait dengannya.
Ketrampilan yang dibutuhkan mereka untuk bisa meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi adalah:
a.Melakukan komtak mata.
b.Tersenyum
c.Menjadi pendengar yang baik
d.Mulailah melakukan pembicaraan awal
e.Mulailah dengan pembicaraan yang ringan
f.Juga dengan bergabung dengan suatu klub public speaking ataupun membaca banyak buku yang terkait dengannya.
Malu dalam padanan kata Shyness
ini lebih cenderung bermakna malu karena hilangnya kepercayaan diri dan
ketidaknyamanan dalam diri yang disebabkan banyak faktor. Umumnya terjadi
sebelum melakukan suatu tindakan; dan umumnya adalah tindakan yang mengarah pada
interaksi dengan sesamanya.
2.Shame
Dalam kamus Middle English, from
Old English sceamu, shame bermakna a painful emotion caused by a strong sense
of guilt, embarrassment, unworthiness, or disgrace.
Selain itu, Jalaluddin rahmat pun mensosialisasikan Culture Shame dengan contoh sebagai berikut,
o Di Jepang seorang satpam di sebuah museum hara kiri, karena salah satu barang antik di museum itu hilang. Dia merasa malu karena tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik dan akhirnya bunuh diri.
o Di Australia seorang anggota DPR pergi berkunjung ke daerahnya. Dalam kunjungan ke daerahnya, ia mendatangi ibunya yang sakit. Koran-koran lantas memuat berita bahwa dia sudah menggunakan fasilitas anggota DPR untuk urusan pribadi. Dia diminta mengembalikan uang yang telah digunakan, sehingga ia datang ke DPR dan mengembalikan semua uang tersebut. Dan beberapa hari kemudian, dia bunuh diri.
o Di Amerika seorang Donald Trump mengundurkan diri dari pencalonan presiden. Hal ini hanya dikarenakan suatu koran memuat fotonya bersama seorang perempuan. Foto itu foto di luar ketika Trump berkunjung ke rumah perempuan itu.
Selain itu, Jalaluddin rahmat pun mensosialisasikan Culture Shame dengan contoh sebagai berikut,
o Di Jepang seorang satpam di sebuah museum hara kiri, karena salah satu barang antik di museum itu hilang. Dia merasa malu karena tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik dan akhirnya bunuh diri.
o Di Australia seorang anggota DPR pergi berkunjung ke daerahnya. Dalam kunjungan ke daerahnya, ia mendatangi ibunya yang sakit. Koran-koran lantas memuat berita bahwa dia sudah menggunakan fasilitas anggota DPR untuk urusan pribadi. Dia diminta mengembalikan uang yang telah digunakan, sehingga ia datang ke DPR dan mengembalikan semua uang tersebut. Dan beberapa hari kemudian, dia bunuh diri.
o Di Amerika seorang Donald Trump mengundurkan diri dari pencalonan presiden. Hal ini hanya dikarenakan suatu koran memuat fotonya bersama seorang perempuan. Foto itu foto di luar ketika Trump berkunjung ke rumah perempuan itu.
Dari contoh dan paparan
tersebut, dipahami bahwa malu dalam padanan kata shame ini berarti malu dan
merasa rendah diri karena telah melakukan suatu tindakan yang buruk. Sikap malu
ini umumnya baru muncul setelah melakukannya.
Namun konsep baik-buruk,
benar-salah yang mampu membuat orang merasa malu dalam artian shame ini
tergantung pada persepsi yang di anut masyarakatnya. Bisa jadi seseorang tidak
merasa malu atas suatu nilai tertentu; di saat orang lain merasakan malu
atasnya.
Malu adalah satu perasaan negatif yang timbul dalam diri seseorang akibat
daripada kesedaran diri mengenai perlakuan tidak senonoh yang dilakukan oleh
dirinya sendiri.
Setiap orang yang normal
mempunyai perasaan malu. Tetapi setiap masyarakat mempunyai pandangan yang
berbeda mengenai malu. Sehubungan itu, pendapat mengenai apa yang dimaksudkan
malu, apa yang mendatangkan malu serta tindakan yang harus untuk mengatasi
perasaan malu berbeza-beza dari satu masyarakat ke satu masyarakat yang lain.
Ini adalah kerana dalam konsep malu dan segan ini sebenarnya terkandung satu
sisitem nilai dan kepercayaan sesebuah masyarakat itu.
Malu dalam masyarakat Melayu mempunyai 3 lapis pengertian, iaitu:
Malu dalam masyarakat Melayu mempunyai 3 lapis pengertian, iaitu:
- Malu Sebagai Perasaan
- Malu Sebagai Tanda Harga Diri
- Malu Sebagai Fungsi Kawalan Sosial
Maka, Esei ini akan membincangkan konsep malu dalam Masyarakat Melayu daripada ketiga-tiga pengertian ini.
Malu Sebagai Perasaan
Malu sebagai perasaan merujuk
kepada istilah “rasa malu”. Istilah-istilah Melayu yang merujuk kepada pekara
ini termasuklah, “berasa aib”, “rasa segan” dan juga “segan silu”. Orang yang
menunjukkan perasaan malu, akan diperikan sebagai “malu-malu” dan “takut-takut”.
Secara umumnya, malu merupakan perasaan rendah diri ataupun berasa segan silu terhadap kekurangan yang ada pada diri sendiri apabila dibandingkan dengan orang lain. Kekurangan ini boleh diertikan sebagai kebodohan, kejahilan, tidak sertimpal, tidak seperti, mahupun tidak setaraf. Individu yang mengalami perasaan begini selalunya menganggap dirinya lebih kecil dan hina daripada orang lain yang dianggapnya mempunyai serba kelebihan pula.
Malu merupakan sesuatu yang berpunca. Berdasarkan puncanya malu boleh dibahagikan kepada tiga jenis seperti di bawah:
- malu-malu bahasa
- segan
- aib
Malu-malu bahasa merujuk kepada perasaan malu yang berpunca daripada perasaan hormat. Perasaan malu-malu bahasa timbul apabila seseorang itu berhadapan dengan orang yang dihormati. Perasaan malu ini agak serdeharna dan tidak sampai boleh menyakiti hati seseorang.
Segan merujuk kepada perasaan
malu yang timbul daripada perbuatan janggal. Perasaan segan timbul, apabila
seseorang tidak biasa melakukan perkerjaan tertentu sehingga timbul keadaan
yang janggal. Biasanya ia timbul apabila seseorang “baru” dalam pekerjaan
tertentu. Misalnya seseorang akan berasa segan untuk bertutur kepada orang yang
tidak dikenali, lebih-lebih lagi jika beliau jarang untuk berbuat demikian.
Perasaan segan walupun tidak menyenagkan hati seseorang tetapi tidaklah ia
sampai menyakit hati.
Aib merujuk kepada perasaan malu yang berpunca daripada perbuatan yang jahat. Perasaan aib merupakan malu yang kuat. Biasanya ia timbul apabila seseorang menyedari dirinya telah melakukan dosa dan perbuatannya itu telah terbongkar dan diketahui umum. Perasaan aib ini sangat berkait dengan penghinaan. Orang yang berasa aib mungkin akan melakukan tindakan yang estrim seperti membunuh diri.
Malu Sebagai Tanda Harga Diri
Dari segi kehidupan
bermasyarakat, perasaan malu itu berkaitan dengan maruah, harga diri dan air
mukanya seseorang. Orang yang beroleh malu bermaksud bahawa maruah, harga diri
dan air mukanya telah tercemar. Dalam keadaan ini, kedudukan sosialnya telah
terjejas dan menjadi rendah. Ketercemaran ini berpunca daripda perlakuannya
sendiri dan juga oleh tekanan sosial.
Malu dianggap sebagai tanda harga diri kerana dikatakan seseorang itu dapat merasai maruah dan harga dirinya apabila beliau mempunyai perasaan malu. Sehubungan itu, malu merupakan sesuatu yang sihat bagi orang yang bermaruah kerana perasaan ini sebenarnya dapat mendorong seseorang untuk menjaga maruah dan harga diri.
Bagi mereka yang tidak mempunyai perasaan malu, mereka lazimnya dianggap orang yang tidak tahu harga diri. Pemerian untuk mereka ini ialah “Tidak tahu malu” dan “muka tebal”. Orang yang tidak tahu malu biasanya merupakan kejian orang ramai dalam masyarakat Melayu.
Perasaan malu sebagaimana yang dikaitkan dengan maruah, dan harga diri amat penting dipupuk kepada anggota-anggota masyarakat. Dengan memberi kesedaran mengenai perasaan malu yang ada pada diri seseorang itu boleh menjadi penghalang atau benteng yang penting bagi anggota masyarakat agar tidak melakukan sesuatu yang dianggap menyeleweng. Daripada itu malu boleh dikaitkan dengan fungsi kawalan sosial seperti apa yang akan dibincangkan di bawah:
Malu Sebagai Fungsi Kawalan Sosial
Masyarakat Melayu menyedari
bahawa malu merupakan satu fungsi kawalan sosial dengan adanya perpatah yang
berbunyi:
Karena malu tahu menilai
batas
Malu merupakan satu perasaan
negetif yang timbul daripada kesedaran diri seseorang mengenai perlakuan yang
tidak senonoh. Daripada itu, seseorang akan mengelakan diri daripada perlakuan
yang buruk bagi mengelakkan diri daripada beroleh malu. Dari segi ini, malu
sememangnya boleh mengawal tingkah laku seseorang dan dengan itu memainkan
fungsi kawalan sosial.
Masyarakat Melayu yang hidup secara berkeluarga juga menguatkan lagi fungsi malu sebagai kawalan sosial. Dalam masyarakat Melayu seseorang itu bukan sahaja akan menanggung malu daripada perbuatannya sendiri malah akan menanggung malu daripada perbuatan ahli keluarganya. Ini adalah kerana keluaraga Melayu yang mempunyai perasaan kekitaan terhadap keluarganya sendiri dan juga kerana masyarakat Melayu menganggap bahawa seseorang itu terikat kepada keluarganya. Misalnya, seorang anak akan menyebabkan ibu bapa mereka malu sekiranya ia telah melakukan sesuatu yang jahat seperti mencuri. Dalam peribahasa Melayu, tindakan anak ini diperikan sebagai “menconteng arang di muka ibu bapa”.
Bagi mengelakkan diri mereka menanggung malu seseorang itu akan cuba mengawal ahli keluarga mereka supaya tidak melakukan perbuatan yang buruk. Di sini, sekali lagi kita boleh lihat bahawa malu telah memainkan satu fungsi kawalan sosial
Kesedaran mengenai malu sebagai fungsi kawalan sosial juga boleh dilihat dari segi manipulasi konsep malu dalam puisi Melayu lama. Di sini, konsep malu telah digunakan untuk menasihati orang ramai supaya berkelakuan baik.
Contohnya[1]:
Buah ganja makan dikikir
Buah ganja makan dikikir
Dibawa orang dari hulu
Barang Kerja hendak difikir
Supaya Jangan mendapat malu
Dan satu lagi contoh[2]:
Tingkah laku tidak kelulu
Perkataan kasar keluar selalu
Tidak memikirkan aib dan malu
Bencilah orang hilir dan hulu
Puisi-puisi Melayu Lama di atas telah menasihatkan orang ramai supaya mengingatkan perasaan malu supaya mereka berkelakuan baik. Di sini kita boleh lihat bahawa adanya satu kesedaran mengenai malu sebagai satu fungsi kawalan sosial dalam masyarkat Melayu.
Malu adalah
suatu kondisi psikologis dan bentuk kontrol agama, keadilan politik, dan
sosial, yang terdiri dari ide, kondisi emosional, fisiologis seseorang dan satu
seperangkat perilaku, disebabkan oleh pengetahuan atau kesadaran aib, aib, atau
kutukan. Terapis John Bradshaw conceptualizes malu sebagai "emosi yang
memungkinkan kita tahu bahwa kita terbatas".
Malu merupakan keadaan emosional ketidaknyamanan intens dengan diri sendiri, dialami karena tindakan sosial tidak dapat diterima atau disaksikan oleh kondisi atau mengungkapkan kepada orang lain. Biasanya kehilangan kehormatan atau martabat, tapi berapa banyak dan jenis tergantung pada situasi yang memalukan. Hal ini mirip dengan rasa malu, kecuali rasa malu yang mungkin dialami karena suatu perbuatan yang hanya diketahui oleh diri sendiri. Juga, malu biasanya membawa konotasi yang disebabkan oleh tindakan yang hanya dapat diterima secara sosial, bukan salah secara moral.
Malu merupakan keadaan emosional ketidaknyamanan intens dengan diri sendiri, dialami karena tindakan sosial tidak dapat diterima atau disaksikan oleh kondisi atau mengungkapkan kepada orang lain. Biasanya kehilangan kehormatan atau martabat, tapi berapa banyak dan jenis tergantung pada situasi yang memalukan. Hal ini mirip dengan rasa malu, kecuali rasa malu yang mungkin dialami karena suatu perbuatan yang hanya diketahui oleh diri sendiri. Juga, malu biasanya membawa konotasi yang disebabkan oleh tindakan yang hanya dapat diterima secara sosial, bukan salah secara moral.
Malu adalah suatu kondisi psikologis dan bentuk kontrol agama, keadilan politik, dan sosial, yang terdiri dari ide, kondisi emosional, fisiologis seseorang dan satu seperangkat perilaku, disebabkan oleh pengetahuan atau kesadaran aib, aib, atau kutukan. Terapis John Bradshaw conceptualizes malu sebagai "emosi yang memungkinkan kita tahu bahwa kita terbatas".
Malu merupakan keadaan emosional ketidaknyamanan intens dengan diri sendiri, dialami karena tindakan sosial tidak dapat diterima atau disaksikan oleh kondisi atau mengungkapkan kepada orang lain. Biasanya kehilangan kehormatan atau martabat, tapi berapa banyak dan jenis tergantung pada situasi yang memalukan. Hal ini mirip dengan rasa malu, kecuali rasa malu yang mungkin dialami karena suatu perbuatan yang hanya diketahui oleh diri sendiri. Juga, malu biasanya membawa konotasi yang disebabkan oleh tindakan yang hanya dapat diterima secara sosial, bukan salah secara moral.
Milikilah rasa malu di tempat yang tepat
agar kehidupan kita selamat. Milikilah rasa malu, bila semakin bertambah usia
tetapi kita belum bisa membahagiakan orang tua. Memang, orang tua yang baik
tidak akan pernah berharap balasan apapun dari anaknya kecuali doa dari anak
sholeh. Namun sebagai anak seharusnya kita tahu diri untuk membahagiakan
mereka. Malulah kalau kita belum mampu membantu mewujudkan hal-hal yang menjadi
kebanggaan orang tua. Apalagi kalau kita justru menjadi beban bagi mereka,
malulah.
Milikilah rasa malu, bila kita bekerja di suatu perusahaan namun belum mampu memberikan kontribusi besar untuk kemajuan perusahaan. Anda hanya menjadi manusia rata-rata. Kontribusi Anda hanya sesuai bayaran yang Anda terima, malulah. Apalagi bila Anda ternyata menjadi orang yang “meludah di sumur” yang airnya Anda minum. Apa artinya? Anda masih dibayar oleh perusahaan tetapi Anda sempatkan diri untuk menjelek-jelekkan perusahaan, maka malulah.
Milikilah rasa malu, bila kita berkeluarga namun tidak memiliki waktu berharga buat mereka. Senin hingga Jumat Anda gunakan untuk bekerja, pergi pagi pulang malam. Saat libur Sabtu dan Minggu Anda masih juga asyik dengan urusan sendiri; boleh jadi Anda ‘balas dendam’ tidur seharian, menonton TV, pergi bersama orang lain atau beraktivitas lain yang tidak melibatkan keluarga. Padahal, keluarga memerlukan pelukan, telinga dan juga nasihat Anda. Maka, bila Anda tidak menyiapkan waktu berharga buat mereka, malulah.
Kepada para pemuda, malulah, bila Anda masih meminta uang dari orang tua tetapi Anda menunda-nunda skripsi. Padahal orang tua bekerja keras membanting tulang untuk mengongkosi kuliah Anda. Yang lebih tak tahu malu lagi, uang kiriman dari orang tua tega-teganya digunakan untuk membeli rokok dan pacaran yang justru menambah dosa. Wahai pemuda, kalau Anda masih seperti itu, malulah.
Dalam kehidupan sehari-hari kita menikmati udara, sinar matahari, bumi yang kita pijak dan panca indra cuma-cuma dari Yang Maha Kuasa. Maka malulah bila saat kita dipanggil untuk menghadap kepada-Nya, kita mengabaikannya. Apalagi bila kita dengan suka cita berani melanggar larangan-larangannya, maka malulah.
Milikilah Rasa Malu, bila kita serang muslim namun lalai dalam sholat,apalagi sampai tidak mengerjakannya. Alloh memberi rasa malu pada manusia merupakan sebuah keimannan karena MALU MERUPAKAN SEBAGIAN DARI IMAN, Wahai pemuda, kalau Anda masih seperti itu, malulah.
Namun sayang, rasa malu kini sering
berada di tempat yang salah. Apa contohnya? Tidak punya pacar, malu. Tidak
punya mobil berkelas, malu. Membawa-bawa Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa dalam
bisnis, malu. Itu semua adalah malu yang keliru. Namun
Tempatkanlah rasa malu di tempat yang pas, atau berbuatlah sesuka Anda, bila
Anda tak tahu malu. Namun sesungguhnya pilihan yang tepat adalah, malulah…
1.
1 merasa sangat tidak enak hati (hina, rendah, dsb) krn
berbuat sesuatu yg kurang baik (kurang benar, berbeda dng kebiasaan, mempunyai
cacat atau kekurangan, dsb): ia – krn kedapatan sedang mencuri uang; aku --
menemui tamu krn belum mandi;
2 segan
melakukan sesuatu krn ada rasa hormat, agak takut, dsb: murid yg merasa
bersalah itu -- menemui gurunya; tidak usah -- untuk menanyakan masalah itu kpd
ulama;
3 kurang senang (rendah, hina, dsb): ia
berasa -- berada di tengah-tengah orang penting itu;
-- bertanya sesat di jalan ( -- berdayung perahu hanyut; -- makan perut lapar), pb kalau tidak mau berikhtiar, tidak akan mendapat kemajuan; -- kalau anak harimau menjadi anak kucing (kambing), pb tidak sepatutnya kalau anak orang baik-baik atau pandai menjadi jahat atau bodoh; -- tercoreng pd kening, pb malu yg tidak dapat dihilangkan lagi krn sudah diketahui orang banyak; tidak tahu -- , ki tidak bermalu; tidak pernah merasa malu;
-- bertanya sesat di jalan ( -- berdayung perahu hanyut; -- makan perut lapar), pb kalau tidak mau berikhtiar, tidak akan mendapat kemajuan; -- kalau anak harimau menjadi anak kucing (kambing), pb tidak sepatutnya kalau anak orang baik-baik atau pandai menjadi jahat atau bodoh; -- tercoreng pd kening, pb malu yg tidak dapat dihilangkan lagi krn sudah diketahui orang banyak; tidak tahu -- , ki tidak bermalu; tidak pernah merasa malu;
Masih adakah rasa malu kita?
Semua manusia memiliki rasa malu
dalam dirinya. Malu dalam melakukan hal-hal yang positif atau sebaliknya yaitu
melakukan hal-hal negatif. Saat ini, rasa malu tersebut sudah bergeser. Dimana
banyak orang yang merasa malu jika melakukan atau mempunyai hal-hal yang
berbeda dalam hal positif. Tetapi, tidak malu apabila melakukan hal-hal yang
tidak baik di depan umum. Parahnya lagi, malah mengelak.
Malu menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia memiliki beberapa definisi. Definisi yang pertama yaitu merasa sangat
tidak enak hati (hina, rendah, dan sebagainya) karena berbuat sesuatu yang kurang
baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan,
dan sebagainya). Sebagai contoh yaitu seseorang akan merasa malu karena
kedapatan sedang mencuri uang atau merasa malu menemui orang lain karena belum
mandi. Sudah menjadi fitrah manusia jika melakukan hal-hal diatas pasti
timbul perasaan malu dan hal tersebut sangat wajar.
Definisi yang kedua yaitu segan
melakukan sesuatu karena ada rasa hormat, sedikit takut, dan sebagainya.
Seperti murid yang merasa bersalah itu malu menemui gurunya atau tidak usah
malu untuk menanyakan masalah itu kepada ulama. Pada konteks malu yang kedua
ini, apabila kita mampu menempatkan rasa malu pada posisi dan kadar yang tepat
sudah pasti kehidupan bermasyarakat kita akan lebih harmonis.
Definisi yang ketiga yaitu kurang senang (rendah, hina, dan sebagainya).
Seperti merasa malu berada di tengah-tengah orang penting. Manusia jika berada
ditengah-tengah komunitas yang lebih tinggi pasti akan timbul rasa malu seperti
dalam konteks kurang senang diatas. Sekarang tergantung anda, dimana
menempatkan rasa malu tersebut.
RASA MALU
Rasa malu adalah fenomena yang biasa, alami, dan bisa
terjadi pada siapa saja. Yang membedakannya hanya dalam hal derajat dan
lingkupnya saja. Ada yang rasa malu hanya untuk bertemu memperkenalkan diri
dengan bosnya yang baru. Ada juga yang malu campur segan dan bahkan gugup kalau
berada di tengah-tengah kerumunan orang. Menurut Philip G.Zimbardo dalam
Ranjit Singh Malhi (Enhancing personal quality;2004), penelitian
menunjukkan empat dari sepuluh orang ketika saling bertemu memiliki
rasa malu bahkan bersifat kronis. Penelitian juga mengindikasikan bahwa baik
perempuan maupun pria memiliki derajat rasa malu yang sama.
Rasa malu seseorang cenderung dapat menghambat proses komunikasi dalam
pergaulan sosial. Untuk beberapa hal bisa jadi rasa malu bisa menjadi masalah
besar. Mereka merasa tidak nyaman dalam tiap kegiatan sosial khususnya karena
mereka tidak mengenal orang di sekitarnya dengan baik. Ada juga rasa malu
ketika berada pada situasi tertentu misalnya berbicara di depan publik, bertemu
dengan orang asing, dengan jenis seks yang lain, dan dengan orang yang
berstatus superior.
Perilaku yang terkait dengan rasa malu antara lain
keengganan untuk berbicara, ketidak-mampuan berpidato, kesulitan dalam bertatap
mata, dan cenderung sering gugup. Gejala fisiknya antara lain tangan
berkeringat,jantung berdebar cepat, gemetaran, muka merah padam, perut mulas,
dan mulut terasa kering. Orang yang pemalu biasanya juga mengalami perasaan
tidak aman, dan rasa rendah diri.Penyebab utama terjadinya rasa malu karena
kurangnya kecerdasan sosial yang dimiliki pemalu. Umumnya mereka tidak tahu
seni memperkenalkan dirinya dan memulai suatu percakapan, kurang
memiliki ketrampilan mengetengahkan bahasa tubuh, dan tidak tegas.
Dengan kata lain sang pemalu umumnya tidak pernah mengetahui bagaimana
seharusnya berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Selain kecerdasan
sosial, penyebab rasa malu antara lain adalah unsur rendahnya harga diri, pengalaman
buruk masa lalu, dan pengalaman tak menyenangkan, kondisi fisik yang kurang
sempurna, serta lingkungan keluarga yang kurang nyaman dalam berinteraksi.
Apa konsekuensi bagi orang yang memiliki rasa malu
kronis? Pemalu akan menemukan kesulitan untuk bertemu dengan orang baru
atau tidak dikenal, sulit untuk mencari teman baru, kurang mampu
mengekspresikan pendapat atau gagasan, tidak tegas bereaksi kalau ada
permintaan atau penilaian diri dari orang lain, kesulitan berpikir jernih dan
berkomunikasi secara efektif, dan ekstremnya rasa malu yang berat mengarah pada
perasaan negatif atau depresi, ketidak-sadaran, dan rasa kesepian.
Lalu apa yang sebaiknya dilakukan oleh pemalu?. Antara
lain yang dapat dilakukan adalah (1) mengetahui penyebab rasa malu yang kronis,
(2) membangun rasa percaya diri dengan mengerjakan sesuatu yang menantang, (3)
belajar menerima dan menyukai diri sendiri atau jadilah diri sendiri, (4)
belajar untuk tegas dalam merespon, (5) keluarlah dari ”persembunyian” dan
mulailah untuk kontak dengan orang lain sekarang juga, (6) belajarlah seni
berbincang-bincang dengan orang lain, (7) mengamati orang-orang yang sukses
dan pelajarilah teknik dalam membangun hubungan dengan orang lain,
dan (8) menghindari keinginan menjadi perfeksionis.
Rasa malu dapat dibagi
menjadi sepuluh macam.
1.
Malu karena berbuat salah, seperti
malunya Adam as yang melarikan diri saat di surga. Allah bertanya, “Mengapa
kamu lari dariKu wahai Adam?” Adam menjawab, “Tidak wahai Rabbi, tetapi karena
aku merasa malu terhadap Engkau.”
2. Malu karena keterbatasan diri, seperti malunya para malaikat yang senantiasa bertasbih siang malam, tak ada waktu senggang pun tanpa bertasbih. Namun begitu pada hari kiamat mereka berkata, “Maha Suci Engkau, kami tidak menyembah kepadaMu dengan sebenar-benarnya penyembahan.”
3.
Rasa malu karena pengagungan atau rasa malu karena ma’rifat.
4. Malu karena kehalusan budi, seperti rasa malunya Rasulullah SAW saat mengundang orang-orang pada acara walimah Zainab. Karena mereka tidak segera pulang, maka beliau bangkit dari duduknya dan merasa malu untuk mengatakan kepada mereka, “Pulanglah kalian.”
5. Malu karena menjaga kesopanan, seperti malunya Ali bin Abi Thalib ketika hendak meminta baju besi kepada Rasulullah SAW, karena dia menjadi suami putrid beliau.
6. MAlu karena merasa diri terlalu hina, seperti malunya hamba yang memohon berbagai macam keperluan kepada Allah dengan menganggap dirinya terlalu hina untuk itu.
7. Malu karena cinta, yaitu rasa malunya orang yang mencintai dihadapan kekasihnya.
8. Malu karena ubudiyah ialah rasa malu yang bercampur dengan cinta dan rasa takut. Seorang hamba merasa ubudiyahnya masih kurang, sementara kekuasaan yang disembah terlalu agung, sehingga ubudiyahnya ini membuatnya merasa malu.
9. MAlu karena kemuliaan, ialah rasa malunya hamba yang memiliki jiwa yang agung tatkala berbuat baik atau memberikan sesuatu kepada orang lain. Sekalipun dia sudah berkorban dengan mengeluarkan sesuatu, toh masih merasa malu karena kemuliaan jiwanya.
10. Malu terhadap diri sendiri, yaitu rasa malunya seseorang yang memiliki jiwa besar dan mulia, andaikan dirinya meras ridha terhadap kekurangan dirinya dan merasa puas melihat kekurangan orang lain. Dia merasa malu terhadap dirinya sendiri, sehingga seakan-akan dia mempunyai dua jiwa, yang satu merasa malu terhadap yang lainnya. Ini merupakan rasa malu yang paling sempurna. Sebab jika seseorang hamba merasa malu terhadap diri sendiri, maka dia lebih layak untuk merasa malu terhadap orang lain.
4. Malu karena kehalusan budi, seperti rasa malunya Rasulullah SAW saat mengundang orang-orang pada acara walimah Zainab. Karena mereka tidak segera pulang, maka beliau bangkit dari duduknya dan merasa malu untuk mengatakan kepada mereka, “Pulanglah kalian.”
5. Malu karena menjaga kesopanan, seperti malunya Ali bin Abi Thalib ketika hendak meminta baju besi kepada Rasulullah SAW, karena dia menjadi suami putrid beliau.
6. MAlu karena merasa diri terlalu hina, seperti malunya hamba yang memohon berbagai macam keperluan kepada Allah dengan menganggap dirinya terlalu hina untuk itu.
7. Malu karena cinta, yaitu rasa malunya orang yang mencintai dihadapan kekasihnya.
8. Malu karena ubudiyah ialah rasa malu yang bercampur dengan cinta dan rasa takut. Seorang hamba merasa ubudiyahnya masih kurang, sementara kekuasaan yang disembah terlalu agung, sehingga ubudiyahnya ini membuatnya merasa malu.
9. MAlu karena kemuliaan, ialah rasa malunya hamba yang memiliki jiwa yang agung tatkala berbuat baik atau memberikan sesuatu kepada orang lain. Sekalipun dia sudah berkorban dengan mengeluarkan sesuatu, toh masih merasa malu karena kemuliaan jiwanya.
10. Malu terhadap diri sendiri, yaitu rasa malunya seseorang yang memiliki jiwa besar dan mulia, andaikan dirinya meras ridha terhadap kekurangan dirinya dan merasa puas melihat kekurangan orang lain. Dia merasa malu terhadap dirinya sendiri, sehingga seakan-akan dia mempunyai dua jiwa, yang satu merasa malu terhadap yang lainnya. Ini merupakan rasa malu yang paling sempurna. Sebab jika seseorang hamba merasa malu terhadap diri sendiri, maka dia lebih layak untuk merasa malu terhadap orang lain.
mbak boleh tau nggak judul buku yang mbak pake rujukan buat nulis postingan ini?
BalasHapus